Laras
belum memiliki penghasilan, uang saku yang diberikan orangtuanya pun tidak
seberapa. Laras, jadi bertanya-tanya, apakah perintah untuk memberi
persepuluhan berlaku juga bagi pelajar? Apa yang ditanyakan Laras, mungkin juga
bercokol di benak kita. Sebetulnya, apa sih yang dimaksud dengan persepuluhan
itu?
Menurut
teologian Jake Barnett, persepuluhan atau memberikan 10 % (sepersepuluh) dari
penghasilan, telah dikenal sejak jaman dulu. Abraham dan Yakub adalah
tokoh-tokoh di Alkitab yang secara sukarela memberi atau menyisihkan
sepersepuluh dari pendapatan mereka untuk pekejaan Tuhan. Hukum Taurat
menegaskan, bahwa bila bangsa Israel menggunakan persepuluhan ini bagi diri
mereka sendiri (bukan untuk pekerjaan Tuhan), maka ini berarti mereka telah
mencuri dari Allah.
Yang
dimaksud memberi untuk pekerjaan Tuhan—dalam tradisi bangsa Yahudi—yakni
memberi untuk kebaktian, termasuk pembangunan bait Allah dan fasilitasnya.
Kemudian, memberi untuk hamba-hamba Allah, para imam, dan orang-orang Lewi.
Dalam bangsa Israel, orang-orang yang disebutkan tadi, dapat berkonsentrasi
pada pekerjaannya apabila dibebaskan dari keharusan mencari makan. Lalu,
memberi untuk pekerjaan Tuhan juga berarti memberi untuk orang miskin. Di
Alkitab, orang-orang miskin berhak atas pemberian dari Israel.
Jika
dianalogikan dengan masa kini, ini berarti memberi untuk gereja Tuhan. Lalu
untuk para pemuka, pendeta, guru Injil, pokoknya setiap orang yang mendedikasikan
hidupnya untuk mengurusi jemaat. Kemudian untuk orang miskin dan pelayanan
pekabaran injil.
Di
kitab perjanjian baru, Yesus hanya sekali menggunakan kata persepuluhan, saat
ia berbicara dengan kaum Farisi, “… persepuluhan dari selasih, ada manis dan
jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan…”
demikian yang tertulis dalam kitab Matius. Sedangkan Paulus, meski sering
menekankan mengenai pemberian dalam ajarannya, tidak pernah menggunakan kata
persepuluhan.
Ukuran
sepersepuluh, menurut Barnett, adalah ukuran yang sangat bagus untuk memulai
kebiasaan memberi (bagi pekerjaan Tuhan), tapi ini bukan satu-satunya patokan
yang diajarkan Alkitab mengenai pemberian. Dalam perjanjian baru, konsep
mengenai pemberian tidak sekadar dibatasi oleh sepersepuluh dari penghasilan,
tetapi lebih dari itu seperti yang dikatakan Paulus kepada jemaat di Korintus,
bahwa pemberian harus sebanding dengan pendapatan dan kemampuan mereka untuk
memberi.
Omong-omong,
Alkitab tidak pernah menyinggung mengenai apakah pelajar diwajibkan untuk
memberi atau tidak. Jadi, sah-sah saja kalau kamu ingin memberi kepada Tuhan,
dengan menyisihkan sebagian dari uang saku. Dan, jumlah pemberiannya tidak
hanya dibatasi pada sepersepuluh—kalau sanggup—bahkan lebih dari itu. Lagi
pula, di atas semua itu, kamu dituntut untuk tidak sekadar memberi uang
melainkan juga tubuhmu, “… supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai
persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah
ibadahmu yang sejati” (Roma 12:1).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tulis komentar di sini